Jarang yang tidak mengenal tokoh pewayangan yang satu ini. Bersama “anak-anak” nya, Nala Gareng, Petruk serta Bagong selalu menemani ksatria pilihan (semisal Arjuna). Mereka berempat tergabung dalam boy band (lagi musim boy band sih) bernama PANAKAWAN. Hebatnya keempat tokoh ini asli buatan nenek moyang kita, dengan kata lain keempat tokoh ini tak dikenal dalam epos Ramayana dan Mahabarata (berasal dari India) yang menjadi pakem utama lakon wayang.
Dialah Kiyai Lurah Semar, ya Daron Sari Badranaya, ya Nayantaka, ya Bogajati, ya Dudha Manangmunung, ya Janggan Smaraasanta, ya Juru Dyah Punta Prasanta. Semar itu unik. Lihatlah segi fisiknya, lelaki bukan perempuan bukan (lelaki tetapi berpayudara dan berpantat besar), tua bukan, muda juga bukan (berwajah tua tetapi memakai kuncung bayi). Wajahnya pucat seperti mayat tapi dia hidup. Aneh bukan???..Tak heran jika Semar dimaknai sebagai SAMAR, artinya tak jelas, tapi justru amat jelas mewakili kesejatian sebab telah mengatasi dualitas siang malam, gelap terang, baik buruk, susah senang, terang hanya tok-tok tak tercampur apa-apa.
Semar itu menjalani multilevel friendship, merakyat iya, bergaul dengan penguasa iya, sudah menjalankan fungsi pamong secara penuh, mampu momot tetapi tan kaworan,(memuat semuanya tetapi tak tercampur) karena sudah madeg pribadhi kanthi jejeg.
Tiada yang mampu menandingi kesaktiannya di dunia pewayangan, bahkan para dewa pun menjadi lebay berhadapan dengan Semar. Tak mengherankan, sebab ia adalah Dewa yang ngejawantah. Anak-anaknya merupakan tokoh mulia tetapi easy going, seenaknya, serampangan, penuh canda, absurd tetapi kebajikan justru sangat mendarah daging. Semar Badranaya, adalah cahaya Tuhan. Lelaki tak, perempuan tak, hidup tapi seperti mayat, tak tua, muda pun tak, terang tok tok tak tercampur apa-apa. Ksatria yang di emong Semar (bersama anggota Panakawan lainnya) pasti selamat, memperoleh kemenangan. Ksatria tersebut lantas menjadi satriya pinandhita (ksatria sekaligus Pandhita sebab detemani cahaya ketuhanan).
Pemimpin, setiap kita juga mestinya, yang selalu berteman Semar (cahaya ketuhanan), Nala Gareng (hati yang penuh ikhlas), Petruk Kanthong Bolong (yang penuh kasih, sebab kantongnya bolong, sejumlah yang masuk, sejumlah yang keluar demi kebaikan sesama) serta Bagong (semangat ketak-egoisan, gotong royong) tentu akan menjadi ksatria Pinanditha yang disayangi Tuhan, disayangi sesama, disayangi alam.
Di zaman penuh buta rambut geni (lambang keserakahan) sekarang ini yang mengundang batharakala dibutuhkan Semar (sang cahaya Ilahiah) yang akan membacakan caraka balik sehingga segala kala (bencana, musibah baik disebabkan alam maupun kelakuwan manusia sendiri) badar,. Dan (sifat) Semar, Gareng, Petruk Bagong itu ada didalam diri setiap kita masing-masing, demikian pula sifat buta rambut geni, buta cakil. Laee laeee….mbegegeg ugeg ugeg sadulita hemel hemel..Ikut Semar dalam rangka menjalankan tugas utama kita memayu hayuning bawana Yuk!!!!
Dialah Kiyai Lurah Semar, ya Daron Sari Badranaya, ya Nayantaka, ya Bogajati, ya Dudha Manangmunung, ya Janggan Smaraasanta, ya Juru Dyah Punta Prasanta. Semar itu unik. Lihatlah segi fisiknya, lelaki bukan perempuan bukan (lelaki tetapi berpayudara dan berpantat besar), tua bukan, muda juga bukan (berwajah tua tetapi memakai kuncung bayi). Wajahnya pucat seperti mayat tapi dia hidup. Aneh bukan???..Tak heran jika Semar dimaknai sebagai SAMAR, artinya tak jelas, tapi justru amat jelas mewakili kesejatian sebab telah mengatasi dualitas siang malam, gelap terang, baik buruk, susah senang, terang hanya tok-tok tak tercampur apa-apa.
Semar itu menjalani multilevel friendship, merakyat iya, bergaul dengan penguasa iya, sudah menjalankan fungsi pamong secara penuh, mampu momot tetapi tan kaworan,(memuat semuanya tetapi tak tercampur) karena sudah madeg pribadhi kanthi jejeg.
Tiada yang mampu menandingi kesaktiannya di dunia pewayangan, bahkan para dewa pun menjadi lebay berhadapan dengan Semar. Tak mengherankan, sebab ia adalah Dewa yang ngejawantah. Anak-anaknya merupakan tokoh mulia tetapi easy going, seenaknya, serampangan, penuh canda, absurd tetapi kebajikan justru sangat mendarah daging. Semar Badranaya, adalah cahaya Tuhan. Lelaki tak, perempuan tak, hidup tapi seperti mayat, tak tua, muda pun tak, terang tok tok tak tercampur apa-apa. Ksatria yang di emong Semar (bersama anggota Panakawan lainnya) pasti selamat, memperoleh kemenangan. Ksatria tersebut lantas menjadi satriya pinandhita (ksatria sekaligus Pandhita sebab detemani cahaya ketuhanan).
Pemimpin, setiap kita juga mestinya, yang selalu berteman Semar (cahaya ketuhanan), Nala Gareng (hati yang penuh ikhlas), Petruk Kanthong Bolong (yang penuh kasih, sebab kantongnya bolong, sejumlah yang masuk, sejumlah yang keluar demi kebaikan sesama) serta Bagong (semangat ketak-egoisan, gotong royong) tentu akan menjadi ksatria Pinanditha yang disayangi Tuhan, disayangi sesama, disayangi alam.
Di zaman penuh buta rambut geni (lambang keserakahan) sekarang ini yang mengundang batharakala dibutuhkan Semar (sang cahaya Ilahiah) yang akan membacakan caraka balik sehingga segala kala (bencana, musibah baik disebabkan alam maupun kelakuwan manusia sendiri) badar,. Dan (sifat) Semar, Gareng, Petruk Bagong itu ada didalam diri setiap kita masing-masing, demikian pula sifat buta rambut geni, buta cakil. Laee laeee….mbegegeg ugeg ugeg sadulita hemel hemel..Ikut Semar dalam rangka menjalankan tugas utama kita memayu hayuning bawana Yuk!!!!
0 komentar:
Posting Komentar